pastinya
anda sudah mengetahui betapa pentingnya bagi kita untuk melakukan
investasi demi masa depan yang lebih baik. Namun yang menjadi
permasalahannya, ada begitu banyak peluang investasi, tapi belum tentu
semua jenis investasi tersebut cocok untuk kita. Rajin-rajin membaca
mengenai peluang investasi pun belum cukup kalau anda tidak menguasai
pasar. Oleh karena itu kita haruslah mengerti mengenai strategi yang
harus kita gunakan dalam memilihjenis investasi yang baik untuk diri
kita.
Pada masa krisis finansial global yang telah berdampak pada pasar
keuangan secara global. Kepercayaan para investor semakin menurun. Bursa
saham diberbagai negara pun berguguran, tak terkecuali Indonesia.
Banyak para investor yang menderita kerugian yang sangat besar
dikarenakan anjloknya pasar modal.
Dalam situasi yang seperti ini, investor memiliki sikapnya
bermacam-macam. Ada yang buru-buru untuk menjual saham, ada yang
bertahan, dan ada pula yang menambah jumlah investasinya.
Pertanyaannya, bagaimana strategi yang pas dalam menghadapi gejolak
pasar seperti yang terjadi pada saat ini ?
Untuk dapat menjawabnya, sesungguhnya itu semua sangat tergantung kepada
alasan ataupun kebutuhan para investor dalam menentukan langkahnya.
Setidaknya terdapat tiga langkah atau pilihan yang bisa diambil oleh
para investor. Pertama, bertahan (hold). Kedua, menambah investasi
(rebalancing). Ketiga, menjual (cut loss).
Ketika kondisi pasar sedang menurun, investor seharusnya tidak perlu
panik. Apalagi jika mereka berpikiran secara matang dan menanamkan dana
untuk investasi jangka panjang. Investor jangka panjang adalah investasi
minimum 10 tahun. Jika melihat dari sejarahnya, untuk periode investasi
jangka panjang menunjukkan bahwa investasi saham terbukti memberikan
imbal hasil (return) lebih baik dibanding investasi lain seperti
deposito.
Apabila kita flashback kebelakang, tepatnya pada tahun 1998 ketika
terjadi penurunan ekonomi secara besar-besaran sedang terjadi, suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mencapai 28,20 persen. Saat itu,
suku bunga deposito bahkan mencapai 70 persen. Inflasi juga melejit
hingga 77,6 persen. Sedangkan, IHSG justru menurun 0,91 persen. Namun
apa yang terjadi sembilan tahun kemudian. Pada tahun 2007, suku bunga
SBI turun menjadi 6,4 persen dan inflasi 6,59 persen. Sedangkan IHSG
sepanjang 2007 naik sebesar 52,08 persen.
Maka jika dihitung return selama sembilan tahun menunjukkan bahwa
investasi di saham jauh lebih tinggi dibandingkan produk yang lain.
Dalam tempo tersebut, return untuk investasi di SBI sebesar 180,93
persen, sedangkan di saham sebesar 583,54 persen. Itu membuktikan,
investasi saham lebih berpotensi memberi keuntungan. Oleh karena itu
jika mengacu pada perkembangan dan sejarahnya, maka bagi investor jangka
panjang semestinya tidak perlu terlalu terpengaruh oleh perkembangan
berita-berita yang terdapat dimedia massa.
Sedangkan mengenai berita subscription (penyertaan reksa dana), atau
sebaliknya redemption (penarikan), seharusnya bukanlah berita penting
bagi para investor. Sebab, bagi investor jangka panjang, berita-berita
itu bukan dan tidak lagi menjadi salah satu indikator relevan bagi
mereka.
Di negara lain, kebanyakan para investor produk semacam reksa dana juga
berpandangan seperti ini. Mereka tidak terpengaruh oleh pendaftaran atau
penarikan reksa dana. Yang menarik perhatian bagi investor adalah
memperhatikan manajer investasinya, baik soal kinerja, reputasi,
kepercayaan, dan fundamentalnya. Meski begitu, yang tak kalah penting
adalah diversifikasi investasi. Untuk meminimalkan dampak atau resiko
investasi, investor perlu melakukan diversifikasi investasi.
Investor bisa menyimpan dana sebesar 80 persen dalam bentuk deposito,
lantas sisanya sebesar 20 persen ditempatkan untuk membeli saham.
Investasi saham ini misalnya dalam jangka waktu lima tahun. Atau bisa
pula komposisi sebaliknya. Namun, investor perlu membaca situasi dan
mengalihkan investasi ketika salah satu porsi portofolio berkurang.
Misalnya, saat harga saham sedang jatuh sehingga portofolio efek menjadi
10% dan deposito 90%. Namun, pada akhir tahun, investor bisa menarik
10% dana deposito dan disuntik lagi ke saham sehingga porsi kembali
imbang 80:20. Biasanya, return berpotensi lebih besar jika investor
memakai investasi berimbang.
0 komentar:
Posting Komentar